Banda Lampung, 12 Juni 2025 — Keberadaan grup komunitas gay di media sosial Facebook yang dikabarkan memiliki anggota hingga puluhan ribu orang memicu kekhawatiran dan kritik keras dari masyarakat Lampung. Grup yang berisi percakapan terbuka mengenai orientasi seksual serta ajakan pertemuan fisik ini dianggap tidak hanya meresahkan, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya yang dijunjung masyarakat setempat.
Beredarnya tangkapan layar percakapan dari grup tersebut ke berbagai platform seperti X dan Instagram menimbulkan respons luas dari publik, mulai dari kalangan orang tua hingga mahasiswa.
Beberapa warga menyatakan dengan tegas bahwa keberadaan grup tersebut telah melewati batas. Mereka tidak sekadar mengkritik isinya, namun juga menilai bahwa aktivitas semacam itu tidak pantas dipertontonkan secara daring karena bertolak belakang dengan ajaran agama.
“Kami hidup di masyarakat yang menjunjung tinggi nilai agama. Apa yang terjadi di grup itu jelas bertentangan dengan akidah Islam. Hal seperti ini bukan hanya merusak moral, tapi bisa mengundang murka Allah,” ujar seorang pengajar agama di Bandar Lampung.
Hal serupa disampaikan oleh Arif Hidayat, warga lokal, yang menyebut bahwa aktivitas dalam grup tersebut tidak mencerminkan tata nilai yang dipegang masyarakat Lampung.
“Kalau ada grup yang isinya ajakan ketemu untuk hal-hal seperti itu, jelas kami tolak. Ini bukan cuma masalah pribadi, tapi sudah masuk ke ranah publik. Dan publik kita punya norma, punya adab, punya batas,” tegasnya.
Kekhawatiran warga tidak hanya pada isi grup, tetapi juga terhadap kemungkinan bahwa keberadaan komunitas digital seperti itu bisa menjadi jalan untuk menormalisasi perilaku yang dianggap menyimpang oleh masyarakat umum.
“Kalau ini dibiarkan, nanti dianggap biasa. Lama-lama anak-anak dapat mengira itu normal. Ini yang paling berbahaya. Kita harus jaga arah moral bangsa,” kata Alfin, mahasiswi universitas swasta di Bandar Lampung.
Masyarakat juga menyoroti kurangnya pengawasan terhadap konten digital yang menyasar generasi muda. Di tengah kebebasan berekspresi, mereka berharap masih ada batasan jelas antara kebebasan dan penyimpangan yang merusak.
Warga meminta semua pihak, baik pengguna media sosial maupun komunitas daring, agar lebih sadar akan pentingnya menjaga etika di ruang publik digital. Terlebih di wilayah yang masih memegang erat nilai keagamaan dan budaya lokal.
“Kami tidak membenci siapa pun. Tapi jangan paksa masyarakat menerima sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan akidah kami. Hormati nilai yang berlaku. Jangan permainkan batasan agama atas nama kebebasan,” tutup Ardi warga Bandar Lampung.
Keberadaan grup komunitas gay di Facebook dengan ribuan anggota telah menimbulkan perdebatan tajam di Lampung. Di tengah kebebasan digital, suara masyarakat tetap menekankan pentingnya norma, akidah, dan moral dalam menjaga arah kehidupan sosial. Keresahan ini bukan semata persoalan perbedaan, tapi refleksi dari upaya menjaga harmoni, identitas, dan nilai hidup bersama.
Tags
Lampung