Bandar Lampung, 3 Juni 2025 — Suasana haru menyelimuti Bundaran Universitas Lampung (Unila) saat ribuan mahasiswa menyalakan seribu lilin dan menggelar doa bersama untuk mengenang Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila yang meninggal dunia usai mengikuti kegiatan pendidikan dasar (diksar) organisasi pecinta alam Mahepel.
Aksi ini digelar oleh Aliansi Mahasiswa FEB Menggugat sebagai bentuk solidaritas dan tuntutan keadilan atas dugaan kekerasan yang dialami Pratama. Mahasiswa dari Universitas Lampung, UIN Raden Intan, Universitas Bandar Lampung, serta berbagai organisasi dan media kampus ikut hadir menyuarakan kepedulian.
Kegiatan berlangsung secara damai. Peserta aksi menyalakan lilin, membacakan puisi, memainkan biola, menyampaikan orasi, serta menutup acara dengan doa bersama dan tabur bunga.
Koordinator aksi, M. Zidan Al-Zakri, menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran para mahasiswa yang bersatu dalam perjuangan menuntut keadilan untuk Pratama.
"Seribu lilin ini adalah lambang cahaya perlawanan. Meski kecil, cahaya lilin tetap bertahan di tengah gelap. Begitu juga dengan semangat kami, yang tak akan padam sebelum keadilan ditegakkan," kata Zidan.
Ia menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya bentuk belasungkawa, melainkan suara perlawanan terhadap kekerasan di dunia pendidikan.
Dalam orasi yang disampaikan, mahasiswa juga meminta pihak kampus dan aparat penegak hukum serius menindaklanjuti kasus ini. Mereka mengapresiasi dibentuknya tim investigasi oleh pihak kampus, namun mendesak agar langkah konkret segera diwujudkan.
"Kami sudah diberi garis waktu sampai 22 Juni. Tapi kalau tidak ada langkah nyata, kami akan kembali turun," tambah Zidan.
Salah satu peserta aksi, Affar dari UIN Raden Intan Lampung, menyampaikan bahwa aksi ini bukan untuk belas kasihan, tapi tuntutan moral.
“Kami tidak menuntut kasihan. Kami menuntut tanggung jawab. Kampus bukan tempat kekerasan dilegalkan,” ujarnya dengan lantang.
Diketahui, Pratama meninggal dunia pada 28 April 2025 setelah mengikuti kegiatan Diksar Mahepel. Keluarga korban mengungkap bahwa sebelum wafat, Pratama sempat meminta ibunya agar tidak menceritakan kondisinya karena merasa terancam.
"Mama jangan cerita-cerita. Nyawaku diancam," ucap Pratama kepada ibunya, seperti disampaikan keluarga.
Pihak kepolisian saat ini masih menyelidiki kasus tersebut dan telah melakukan olah tempat kejadian perkara di kawasan Gunung Betung.
Aksi ini menunjukkan bahwa suara mahasiswa masih menjadi pengingat kuat agar tidak ada lagi kekerasan atas nama organisasi kampus. Seribu lilin menjadi saksi bahwa perjuangan untuk Pratama belum selesai — dan suara keadilan akan terus menyala.
Tags
Lampung