Harga lada yang terus berfluktuasi menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pilihan petani. Ketidakstabilan harga menyebabkan pendapatan mereka sulit diprediksi. Petani mengeluhkan harga jual lada yang kerap tidak sebanding dengan biaya produksi, sehingga mereka lebih memilih tanaman yang memberikan harga lebih stabil dan keuntungan lebih pasti.
Budidaya lada di Lampung juga dihadapkan pada berbagai kendala serius. Salah satunya adalah serangan penyakit busuk pangkal batang yang hingga kini belum ditemukan solusi efektifnya. Selain itu, penurunan kesuburan tanah akibat penggunaan lahan yang intensif tanpa praktik pertanian berkelanjutan semakin memperburuk kondisi.
Tak hanya itu, penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang masih rendah menjadi tantangan tambahan. Banyak petani belum mengadopsi metode pemupukan yang sesuai dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) secara terpadu, sehingga produktivitas lada cenderung menurun.
Kondisi yang tidak menguntungkan ini membuat banyak petani memilih untuk meninggalkan budidaya lada. Sebagai gantinya, mereka beralih ke komoditas seperti karet, singkong, dan kopi yang dianggap lebih menjanjikan. Tanaman-tanaman ini dinilai memiliki risiko lebih rendah serta memberikan hasil yang lebih stabil.
Meski begitu, peluang untuk menghidupkan kembali kejayaan lada Lampung masih terbuka. Upaya revitalisasi diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas lada. Penggunaan varietas unggul, penerapan teknologi budidaya modern, dan pengendalian hama secara efektif menjadi langkah-langkah penting yang harus diambil.
Selain itu, perbaikan mutu produk melalui prosedur pasca panen yang lebih baik dapat meningkatkan daya saing lada Lampung di pasar global. Dukungan dari pemerintah dan berbagai pihak terkait sangat dibutuhkan untuk mengatasi kendala yang ada dan mendorong kebangkitan sektor ini.
Dengan strategi yang tepat, pertanian lada di Lampung tidak hanya berpotensi kembali menjadi tulang punggung ekonomi daerah, tetapi juga menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia.