Lampung - 30 Agustus 2025, Tidak ada kerusuhan yang terjadi tanpa alasan. Semua ini tidak terjadi dalam semalam. Tidak ada revolusi yang lahir tanpa sebab. Rakyat tidak turun ke jalan hanya karena panas, lapar, atau emosi sesaat. Rakyat bergerak ketika harga diri sudah diinjak-injak, ketika harapan tidak lagi bisa dibeli dengan janji.
Akar Masalah: Ketimpangan Pajak dan Ketidakadilan Fiskal
Segalanya dimulai dari satu masalah yang terus menekan rakyat bawah, yaitu kenaikan pajak secara sistematis yang memberatkan beban hidup.
* Pajak daerah naik.
* PPN naik.
* Tarif-tarif retribusi dinaikkan secara diam-diam.
Sementara itu, pelayanan publik yang seharusnya menjadi hak rakyat, tidak mengalami perbaikan yang signifikan, dan pendapatan menjadi stagnan. Rakyat merasakan bahwa negara semakin mahal, namun hidup semakin murah nilainya. Ketimpangan ini menjadi salah satu sumber kemarahan yang semakin membesar.
Pemicu Psikologis: Joget di DPR & Komentar “Rakyat Tolol”
Saat rakyat sedang berjuang untuk mengencangkan ikat pinggang, anggota DPR justru berjoget di gedung megah merayakan kenaikan gaji yang mereka peroleh, bukan lewat kerja keras, tetapi lewat kekuasaan yang mereka miliki.
Dan ketika rakyat mulai bersuara, ketika rakyat mengutarakan protes atas segala ketidakadilan, apa yang diterima?
Seorang anggota DPR dengan entengnya menyebut, “Jika ada kata bubarkan DPR, maka itu orang tolong sedunia.”
Kalimat ini menyulut amarah rakyat lebih hebat daripada bensin. Rakyat bisa menahan lapar, tapi tidak bisa menerima penghinaan dari orang yang dipilih untuk mewakili keresahan mereka. Harusnya, pemerintah berbenah untuk menyelesaikan masalah yang ada, bukan malah melawan suara rakyat.
Eskalasi Sosial: Tewasnya Ojol & Ledakan Amarah
Puncaknya terjadi ketika seorang driver ojek online (Ojol) tewas ditabrak kendaraan taktis milik Polri. Kejadian ini bukan sekadar kehilangan satu jiwa, tetapi merupakan simbol dari wajah nyata rakyat pekerja keras yang selama ini menanggung beban negara.
Rakyat mengiringi jenazahnya bukan hanya sebagai bentuk duka cita, tetapi juga sebagai pernyataan: Kami sudah muak.
Kapolri datang untuk memeluk ayahnya, namun pelukan itu datang terlambat. Emosi tidak bisa diredakan hanya dengan simbolisme.
"
*Ini Soal Harga Diri Bangsa
Jangan salah baca, ini bukan sekadar masalah ekonomi atau politik. Ini adalah protes terhadap sistem yang terlalu lama tuli.
Di satu sisi, rakyat terus menerus dituntut untuk taat pajak, untuk membayar beban yang semakin berat. Namun di sisi lain, pejabat-pejabat yang mereka pilih hidup dalam kemewahan tanpa rasa malu, sementara koruptor bebas beraksi dan bebas berfoto dari balik jeruji besi. UU perampasan aset yang sudah lama tertunda, tidak kunjung disahkan.
Sampai kapan rakyat akan terus diam? Sampai kapan negara berpura-pura tidak mendengar?
Seruan Akhir:
Bapak Presiden Prabowo Subianto,
Jangan hanya kirim aparat untuk menghadapinya. Kirim keadilan. Kirim reformasi. Kirim kepemimpinan yang sejati. Turun ke rakyat bukan sebagai panglima, tetapi sebagai pelayan bangsa. Karena jika hari ini negara tidak bergerak untuk menyelesaikan akar masalahnya, maka negara ini akan terbakar oleh apinya sendirio9o.
Dan api itu… dimulai dari dalam.
Pungkas, Yoksa Adrinata Ketua Forum Mahasiswa Pagar Nusa Lampung mengajak seluruh mahasiswa Pagar Nusa untuk ikut menyuarakan dan berjuang bersama demi keadilan dan perbaikan nasib bangsa.
Tags
Nasional