Jerit Petani Singkong Lampung Tengah: Harga Anjlok, Beban Refaksi Mencekik


Lampung Tengah, 21 Januari 2025 – Ribuan petani singkong di Kabupaten Lampung Tengah kini berada di ujung tanduk. Harga jual singkong yang terus merosot, ditambah tingginya potongan refaksi hingga hampir 30%, membuat mereka harus berjuang keras untuk bertahan hidup. Ironisnya, kondisi ini terjadi meski pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) pada 23 Desember 2024 dan Surat Edaran Gubernur Nomor 7 Tahun 2025 yang mengatur harga minimal Rp1.400 per kilogram dengan refaksi maksimal 15%.  

Namun, realitas di lapangan berbicara lain. Beberapa perusahaan tapioka di Lampung Tengah justru mengabaikan aturan tersebut. PT Umas Jaya Agrotama, misalnya, hanya menerima singkong dengan kadar rendemen di atas 24% dengan harga Rp1.400 per kilogram. Syarat ini membuat sebagian besar petani, yang hasil panennya tidak memenuhi kadar rendemen tersebut, terpaksa menjual ke perusahaan lain dengan harga yang lebih rendah. CV Gunung Sugih menawarkan harga Rp1.320 per kilogram, tetapi membebankan potongan refaksi sebesar 29%. Bahkan, Pabrik Tapioka Bangun Makmur di Desa Sriwaluyo 2, Kecamatan Gunung Sugih, hanya membeli singkong dengan harga Rp1.270 per kilogram, ditambah potongan refaksi mencapai 32%.  

Keluhan ini disampaikan oleh Fadri, seorang petani singkong sekaligus anggota Persatuan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung Tengah. Menurutnya, kebijakan perusahaan yang tidak berpihak kepada petani ini semakin mempersulit kehidupan mereka. "Kami sudah mengeluarkan biaya besar untuk perawatan, pemupukan, dan transportasi, yang memakan hampir 30% dari hasil panen. Setelah kena potongan refaksi, yang tersisa buat kami tidak cukup untuk bertahan hidup. Panen saja hanya bisa dilakukan 8-9 bulan sekali," ungkap Fadri.  

Selain itu, ia juga menyoroti keuntungan besar yang diraup perusahaan dibandingkan petani. "Perusahaan hanya menyediakan jasa pengolahan tapi dapat keuntungan hampir 30%. Tapi mereka tidak pernah membantu kami dalam bentuk modal atau investasi. Sementara petani, yang menanggung semua biaya dan risiko, justru paling dirugikan," tambahnya.  

Para petani mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan. Mereka berharap ada pengawasan lebih ketat agar hak-hak petani dihormati dan kebijakan harga yang adil dapat diterapkan. Dengan nasib ribuan petani yang dipertaruhkan, isu ini menjadi panggilan mendesak bagi pemerintah untuk bergerak cepat demi memastikan kesejahteraan petani dan keberlanjutan pertanian di Lampung Tengah.  

Krisis ini tak hanya mengancam petani, tetapi juga menyoroti perlunya reformasi kebijakan di sektor pertanian. Tanpa tindakan nyata, masa depan petani singkong di daerah ini semakin suram.
Lebih baru Lebih lama

Editor :Havid Nurmanto

نموذج الاتصال